Jumat, 16 Agustus 2013

"REMEMBER" PART 1: I FEEL YOU



“Remember”
AUTHOR          : DENIA KHAERUNISSA

CAST               : BISMA [SMASH],ALENA,CLARA,DLL.

GENRE             : friendship, romance,fanfiction

FROM AUTHOR:        
“hai! Cerita ini aku bikin dengan ide aku sendiri. Inspirasinya tentu dari idola aku. Bisma. Maafin kalau banyak typo ya. Happy reading!”

I feel YOU




Pagi hari di Kota Bandung.

Suasana pagi itu sepi. Hanya ada suara sesekali dari ruang makan dimana seorang lelaki sedang menyantap sarapannya. Bisma dengan cepat menghabiskan sarapannya. Pagi ini dia bangun terlambat sehingga harus mengerjakan aktifitas paginya dengan terburu-buru.

Di rumah yang cukup besar dan bergaya modern ini, Bisma hanya tinggal bersama Ayah beserta adik perempuannya, juga Nenek. Itulah yang menyebabkan suasana pagi di rumah ini begitu dingin dan sepi. Terlebih lagi, Ayah Bisma sering bepergian meninggalkan Bisma sehingga kerap susah bertemu.

Bisma meraih jas almamater hitamnya yang tergantung di pinggir kursi meja makan, sekaligus mengambil kunci mobilnya. Dia memakai almamaternya dengan tergesa-gesa lalu bergegas mengambil tasnya dan mengendarai mobilnya sendiri.

Bisma dilahirkan oleh keluarga yang sangat mampu memenuhi segala keinginannya tanpa kesulitan yang berarti. Dia selalu diberikan fasilitas terbaik oleh keluarganya. Terlebih, Bisma adalah cucu kesayangan neneknya. Sedari kecil, Bisma telah dididik menjadi penerus kesuksesan keluarganya dalam bidang bisnis.

Jalanan Bandung pagi ini terlihat ramai. Ya, semua orang memang sangat sibuk bila pagi hari. Itulah yang menyebabkan Bisma sedikit gelisah dan kerap kali melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Lima belas menit lagi, bell berbunyi sedangkan letak Bisma sekarang dengan sekolah masih terhitung jauh. Ya, Bisma sedikit menyesal menghabiskan malamnya dengan bermain gitar sampai tangannya terasa pegal.

Untunglah semua yang ia takuti selama di perjalanan tidak terjadi. Lima menit sebelum bel berbunyi, Bisma sudah ada di sekolahnya. Perasaan lega menyelimutinya. Kedatangannya disambut oleh semua orang yang tidak sengaja lewat di dekatnya. Semuanya pasti menyapanya.

Bisma membuka lokernya. Sebelum memasuki kelas, Bisma menyimpan beberapa barangnya di loker. Bisma melihat setumpuk amplop warna warni yang tersimpan di lokernya. Pemandangan yang sudah tidak asing lagi baginya. Surat-surat dari fans Bisma yang begitu mengidolakan sosok Bisma. Padahal, Bisma tidak lebih dari cowok populer di sekolahnya itu.

“Yak. Aku berani bertaruh, di dalam lokerku ini. Akan ada banyak hadiah yang mereka simpan untukku.” Ucap dicky dengan yakin. Benar saja. sedetik kemudian pada saat Dicky membuka loker miliknya, beberapa hadiah yang terbungkus berjatuhan saking banyaknya. Dicky menepuk-nepuk bahunya dengan begitu bangga. Bisma, Morgan, dan Reza hanya tertawa melihat tingkah Dicky.

Bisma,Dicky,Morgan, dan Reza bisa dibilang adalah sahabat dari mereka kecil. Itu karena ayah mereka bekerja sama dan bersahabat pula. Mereka sudah menganggap satu sama lain seperti keluarga sendiri. 4 sekawan ini, banyak digandrungi oleh perempuan di sekolahnya. Itulah yang menyebabkan mereka terkenal selama bersekolah di sekolah tersebut.

Bisma melihat-lihat nama pengirim yang tertera di bagian depan setiap amplop yang dia terima. Satu pun dia tidak melihat tulisan nama yang Bisma harapkan mengirimkannya surat hari ini. Satu pun tidak ada kabar darinya. Bisma membuka lokernya lagi. Memastikan tidak ada surat yang tertinggal.

***

Alena mendorong kopernya dengan langkah yang cepat. Sampai-sampai kakaknya,Rafael kewalahan untuk mengimbangi langkah adiknya yang sedang dilanda perasaan menggebu. Mereka berdua, baru saja datang kembali ke tanah air tercinta setelah selama 5 tahun menetap di salah satu kota di Jerman.

“Bisakah kamu memperlambat langkahmu itu, Alena?” teriak Rafael setelah mulai menyerah mengikuti adiknya itu. “Ayolah kak, kita harus cepat-cepat datang ke Bandung. Menemui Ibu.” Ucap Alena masih terus dengan langkahnya.

Alena menyebarkan pandangannya ke seluruh penjuru salah satu caffe yang berada di bandara tersebut. Mencari sosok yang sudah Ibu perintahkan untuk menjemput mereka berdua untuk kemudian pergi ke Bandung.

Itu dia. Alena menemukannya. Senyumnya bertambah lebar. Dia meninggalkan koper yang sedaritadi dia dorong bersama kakaknya. Alena menghampiri orang itu kemudian menyapanya, “Om Dedi!”. Lelaki berumur sekitar 37 tahun itu pun menoleh dan mendapati Alena disebelahnya, “Alena! Long time no see dear!” ucapnya sembari memeluk Alena dengan perasaan rindu setelah sekian lama tidak bertemu. “Yayaya, udah dulu deh acara peluk-pelukannya. Kita udah ditungguin tuh. Ayo.” Tiba-tiba Rafael datang dengan wajah yang sudah terlihat capek.
***

Hampir tiga jam Alena Habiskan dalam perjalanan menuju Bandung. Sekarang, Alena sudah berada di Kota Kembang yang sangat ia rindukan. Kota yang menurutnya, merupakan kota yang penuh dengan cerita dan kenangan. Kenangan indah,pahit,haru,dan yang lainnya Alena dapatkan di kota ini.

Termasuk masa kecilnya.

Mobil ini berhenti di salah satu rumah yang cukup besar di komplek suatu perumahan. Ya, itulah rumah Alena. Rumah yang Alena huni sedari dia kecil sampai Alena harus pergi ke Jerman karena suatu hal.

Di depan rumah tersebut, sudah terlihat Ibu  Alena menyambut kedatangan Alena dan Rafael. Alena keluar dari mobil dan kemudian memeluk  ibunya. Benar, Alena sangat merindukan  orang tuanya tersebut. Rafael hanya tersenyum melihat tingkah adiknya yang walaupun sudah berumur 17 tahun tetapi masih belum juga bisa bersikap dewasa.

Sebenarnya, ada alasan lain Alena kembali ke Indonesia. Alasan terkuatnya untuk kembali menjalani hidup di Indonesia. Alena merindukan seseorang dari masa lalu yang sampai sekarang masih memiliki tempat di hidupnya.

Alena masuk ke kamarnya. Ruangan ini, adalah ruangan favorite nya. Alena meletakkan kopernya di sudut ruangan, kemudian duduk di pinggir tempat tidurnya. Suasana kamar ini masih sama seperti ketika dirinya pergi meninggalkan Indonesia. Masih banyak boneka yang tertata rapi di tempat tidurnya. Tidak ada debu di ruangan ini. Tanda ruangan ini masih sangat dirawat. Alena sadar, sudah sangat lama ia meninggalkan kenangannya.

Alena bangkit menuju meja riasnya. Di pinggir meja tersebut tersimpan sebuah flowercrown berwarna merah. Saat melihat benda itu, Alena seakan terbawa kembali ke dunia masa kecilnya. Flower crown itu. Buatan tangan seseorang yang diberikan kepada Alena satu hari sebelum Alena meninggalkan Indonesia.

Alena jadi berpikir, dimana dia sekarang?

Apa orang itu masih mengingat janjinya?

**FLASHBACK**
“Alena, kemana pun kamu nanti, aku akan mencarimu. Peganglah janjiku itu.” Teriak seorang anak kecil sambil mengejar mobil yang perlahan mulai menjauh meninggalkannya di jalanan itu sendirian.
***
“Belum ada kabar juga?” tanya Reza sambil memakan pasta yang dia pesan. Sore ini, Bisma,Dicky,Morgan dan Reza sedang menghabiskan waktu mereka di salah satu caffe milik keluarga Bisma yang biasa mereka kunjungi. Bisma hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Reza tadi.

Ya, semua menyadarinya. Bisma menjadi sedikit lebih pendiam akhir-akhir ini. Teman-temannya berpikir, mungkin karena belum adanya kabar dari Clara, pacar Bisma. “Sudahlah Bis, manusia sepertimu seharusnya tidak usah memikirkan hal itu terlalu panjang. Mungkin Clara sibuk di sana.” Ucap Morgan. “Benar Bis, program homestay nya di Jepang kan bukan untuk bersenang-senang.” Ucap Dicky masih sibuk depan Iphone nya.

Clara, sang ketua OSIS sekaligus pacar Bisma sedang melaksanakan homestay di Jepang. Semacam pertukaran pelajar. Seharusnya hari ini Clara sudah ada di Indonesia dan memberi kabar kepada Bisma, tapi sampai detik ini belum juga ada kabar dari Clara.

Bisma melihat makanan yang sedari tadi sudah dia pesan. Mungkin kali ini lebih baik dia mengisi perutnya terlebih dahulu dibanding memikirkan hal itu. Ya, hobinya untuk makan memang telah mendarah daging. Tidak ada yang bisa menghentikannya makan, termasuk memikirkan Clara.

Tetapi, saat Bisma baru saja memakan satu suap makanannya, dari belakang ada seseorang yang menutup kedua matanya. Tangan ini lembut dan aku rasa aku tahu pemiliknya, pikir Bisma. Bisma tersenyum, “Clara” ucapnya singkat dan kedua tangan itu langsung membebaskan matanya kembali.

Benar saja itu Clara, “Long time no see,Bisma.” Clara memeluk leher Bisma dari belakang. Morgan yang sedang makanpun langsung tersedak melihat pemandangan tersebut sedangkan yg lainnya berusaha menahan tawa.
***
“Lalu, selama aku tidak ada. Apakah kamu berlaku baik?” tanya Clara yang duduk di sebelah Bisma sambil memakan ice cream-nya. “ya. Bahkan menurutku terlalu baik.” Jawab Bisma dengan senyumnya. Clara melihat ke arah Bisma dan tertawa dan menatap pemandangan di depan mereka berdua. Kota Jakarta dari atas. Tempat ini sering mereka kunjungi.

“Sekarang, giliran aku yang bertanya.” Ucap Bisma dan mendekat pada Clara dan memegang pundak Clara agar melihat ke arahnya, “Apa disana ada yang lebih..baik dariku?” tanya Bisma menatap mata Clara dalam. Clara kemudian tersenyum dan memeluk Bisma erat, “Tidak ada, dan tidak akan pernah ada.”

Bisma tersenyum dan mengusap pelan puncak kepala Clara. Bisma bersyukur dianugrahkan gadis sebaik dan secantik Clara. Bisma merasa, dia benar-benar orang yang beruntung.

***

Di sebuah ruangan di sebuah rumah yang cukup besar ini terlihat Bisma sedang terduduk di sofa. Suara TV tersebut seakan hanya menjadi backsound atas lamunannya. Ya, dia memang terlalu senang atas kembalinya Clara.

Beberapa hari lagi, Bisma dan Clara tepat setahun berpacaran. Bisma ingin memberikan Clara sesuatu yang tidak akan pernah bisa dia lupakan. Tentunya, sesuatu yang special.

Tiba-tiba dari pintu masuk, Nisa dengan semangatnya memeluk Bisma. Nisa adalah adik tiri Bisma. Nisa baru berumur lima tahun. Karena Bisma menyukai anak kecil, Bisma sangat menyayangi Nisa. “Hai Nisa, darimana saja?” tanya Bisma. Nisapun duduk di samping Bisma. Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya. Nisa mengeluarkan cupcake dan memberikan satu kepada Bisma.

Bisma menerima cupcake tersebut, “Untuk kakak?”. Nisa hanya mengangguk dan mulai memakan cupcake miliknya. “terima kasih.” Lanjut Bisma sambil mengelus rambut Nisa lembut. Melihat Nisa, seakan melihat kenangan masa lalu yang masih terbayang sampai sekarang.

“kakak, bukankah beberapa hari lagi kak Alena akan datang ke sini?” tanya Nisa dengan mata yang berbinar. Bisma tidak terlalu mengerti maksud ucapan Nisa tadi, “maksud Nisa?” Nisa pun membenarkan posisi duduknya dan menjawab pertanyaan Bisma, “kata Oma, beberapa hari lagi adalah tepat kak Alena dan kakak menjadi kakak Nisa. Dan bila waktunya tiba, Nisa ingin kak Clara dan kak Bisma ada untuk Nisa di sini.” Ucap Nisa panjang lebar.

Nisa sangat menyukai Clara. Begitupun dengan nenek Bisma. Semenjak pertama kali Bisma mengenalkan Clara kepada keluarganya, tidak ada penolakan dari mereka. Padahal Nenek termasuk orang pemilih dan Nisa tidak mudah suka terhadap seseorang yang baru. Tapi tidak dengan Clara. Nenek sudah menganggap Clara sebagai cucu nya sendiri. Maka dari itu, tidak heran bila Bisma sangat menyayangi Clara.

“Benar Bisma.” Ucap Oma. Tiba-tiba Oma keluar dari kamarnya. “Mungkin tepat satu tahun kalian berpacaran kamu bisa mengajaknya dinner dan memberinya hadiah yang beda dari biasanya.” Lanjut Oma dan duduk di samping Nisa. Bisma senang melihat betapa antusiasnya Oma menanggapi hal penting ini, “Kira-kira, Oma. Apa yang harus aku beri untuk Clara?”

Oma ikut berpikir sedangkan Nisa sibuk memakan cupcake nya sambil menonton TV yang masih menyala. “Bagaimana kalau kamu beri dia kalung? Setau oma, perempuan sangat senang diberi kalung?” Ucap Oma. Oma memang solusi yang tepat dalam masalah seperti ini. “Baiklah, besok sepulang sekolah akan aku cari kalung yang cocok.”
***

“Selamat datang di sekolah, Alena. Semoga kamu nyaman bersekolah di sini.” Ucap kepala sekolah.

Hari ini, adalah dari pertama Alena bersekolah kembali di Indonesia. Sekarang, dia terdaftar sebagai siswi kelas 3 SMA di sekolah yang sangat terkenal di Bandung. Ya, ini cukup berat baginya. Dia harus mengejar semua pelajaran yang tertinggal. Untung saja selama di Jerman, Alena home schooling dengan kurikulum pelajaran Indonesia.

Pertama tama, Alena mencheck lokernya selama dia kana bersekolah di sini. Alena menyimpan beberapa barang yang hanya akan ia gunakan di sekolah. Sete;ah itu, Alena mula mencari ruang kelasnya.

Sekolah ini cukup besar. Alena suka dengan arsitektur bangunan ini. Dia berasa bersekolah di paris bila melihat dinding bata merah mendominasi bangunan sekolah ini. Alena pun suka dengan seragam almamater hitamnya ini. Benar-benar seperti di luar negeri.

Tidak sampai 15 menit, Alena menemukan ruang kelasnya. Di dalamnya belum terlalu ramai. Ya, hari ini masih pagi. Alena masuk dan mencari bangku yang kosong dan nyaman untuk dia belajar. Berhubung ini masih pagi, Alena bebas memilih bangku mana saja. Beberapa orang yang ada di ruangan ini memandang Alena cukup aneh. Ya mungkin mereka belum pernah melihat Alena di sekolah ini dan menyadari bahwa Alena adalah murid baru.
***

Pertama kali Alena belajar di sini, cukup nyaman. Siswa-siswinya tidak terlalu berulah dan ribut. Mereka terkesan cuek dan berkubu di kelas. Tidak peduli ada siswi baru ataupun tidak. Hem.. mungkin efek sekolah elit.

Alena berencana untuk lebih beradaptasi dengan lingkungan barunya. Alena ingin lebih mengenal rumah keduanya ini dan tidak menutup kemungkinan untuk berkenalan dengan banyak orang bukan?

Sekolah ini cukup ramai saat jam istirahat. Apalagi kantinnya. Yayaya itu cukup membuktikan bahwa warga sekolah ini pun memang sangat mencintai perut mereka.

Saat Alena sedang berjalan-jalan mengitari sekolah, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang dan lantas Alena langsung berbalik. “Hei, kamu siswi baru di sekolah ini?” tanyanya dengan ramah.

Alena tersenyum, “iya. Ada apa?” Dia begitu cantik. Rambut panjangnya begitu terlihat mengkilap dan halus. Matanya seperti orang korea tidk terlalu sipit tetapi cantik. Pasti banyak lelaki yang menjeranya, pikir Alena.

“Perkenalkan. Namaku Clara. Aku ketua OSIS di SMA ini. Aku ingin, kamu mengisi formulir ini. Untuk data.” Katanya sambil memberikan selembar kertas formulir untuk Alena. Alena menerimanya, “Oh. Aku Alena. Salam kenal Clara, besok aku akan berikan padamu.” Clara tersenyum manis dan berjalan pergi ke arag yang berlawanan.

Alena meneruskan niatnya untuk mengelilingi sekoalh ini. Tetapi, ketika di lapangan tiba-tiba ada seorang lelaki yang menahan Alena. Kesan pertama yang Alena dapat darinya, tampan, lucu dan...ramah.

“Hai, bisakah kau memasangkan dasi ini untukku?” pintanya dengan wajah yang begitu ramah. Dua orang menyambut Alena dengan ramah, membuatnya cukup merasa senang.

Tetapi, saat orang itu berkata demikian kepada Alena sepertinya cuaca mendadak menjadi mendung. Semua mata yang ada di lapangan ini tertuju pada Alena

Alena hanya mengangguk dan mulai memasangkan dasi temannya tersebut. Berbeda dengan Alena, dia begitu santai menanggapi tatapan-tatapan aneh itu. Alena sempat merasa sebal dengan ekspresinya sedangkan Alena sudah mendapat masalah pertamanya di sekolah baru.

“Terima kasih.” Ucapnya saat Alena Selesai memasangkan dasinya dan Alena hanya tersenyum membalas ucapannya.

Sedetik kemudian, wajah orang itu mendekat ke arah Alena, “Jangan terlalu memperhatikan tatapan tatapan mereka. Abaikan saja.” Ucapnya lalu melengos pergi ke arah yang berlawanan.

Alena merasa benar-benar akan mati hari itu.

***

Sepulang Sekolah, Alena menunggu taksi di depan gerbang sekolah. Alena masih sedikit lupa dengan jalanan di Bandung jadi sekarang aku sedikit takut. Takut tersesat di Bandung (?)

Disaat Alena sedang menunggu taksi, tiba-tibamobil berwarna hitam berhenti tepat di depan Alena. Kaca mobil pun terbuka dan ternyata pemiliknya adalah lelaki yang tadi meminta Alena memasangkannya dasi.

“Hai” Sapanya dari dalam mobil.

“kamu lagi, ada apa?” Dasimu lepas?” tanya Alena.

Dia keluar dari mobilnya sambil tertawa, “Tidak. Hanya saja, tadi kita belum sempat berkenalan.”

“Oh, benar juga. Aku Alena. Kamu?” tanya Alena sambil mengulurkan tangan.

“Aku,Dicky. Sepertinya, aku baru pertama kali melihatmu tadi. Kamu..murid baru?” tanyanya sambil menyambut uluran tangan Alena.

“Iya, aku murid baru di sini.” Ucap Alena. Dia adalah orang pertama yang aku kenal di sekolah ini.

Dicky meneliti muka Alena. Dia terlihat mengingat-ngingat sesuatu yang cukup membuat Alena bingung.

“Kenapa?” tanya Alena

“Oh tidak. Mau aku antar pulang?” tawar Dicky pada Alena

“Tidak usah. Aku bisa naik taksi sendiri. Terima kasih.”

“Oke, kalau begitu. Hati-hati.” Ucap Dicky dan kembali masuk ke mobilnya.
***

Bisma berencana membeli kado spesial untuk Clara. Ya, Bisma mengikuti usulan Oma untuk membelikan Clara sebuah kalung dan sekarang Bisma sedang berada di tengah kemacetan kota Bandung menuju mall tempat Bisma akan membeli kalung untuk Clara.

Dalam satu tahun ini, banyak sekali kejadian yang Bisma alami bersama Clara. Bisma masih sangat ingat saat Bisma pertama kali mengutarakan perasaan Bisma pada Clara disaat Clara tengah dibully kakak kelas karena selalu Bisma dekati. Bisma juga ingat saat Clara juga mengutarakan hal yang sama kepadanya saat kakinya sakit dan Clara menemani Bisma di UKS. Bisma pun masih merasa begitu hngat dengan pertengkarang – pertengkaran yang Bisma lalui bersama Clara.

Tidak beberapa lama, Bisma sampai di salah satu mall di Bnadung. Bisma mulai mencari kalung yang cocok untuk Clara. Bisma cukup kesulitan memilih kalungnya mengingat selera perempuan yang terkadang sulit dimengerti. Seharusnya Bisma meminta oma untuk ikut dengannya. Setidaknya Bisma bisa meminta usul mana kalung yang cocok untuk Clara.

Saat Bisma sedang kebingungan memilih kalung mana yang akan dia beli untuk Clara, Bisma melihat seorang perempuan yang memakai almamater sekolahnya sedang berada di etalase yang sama dengan nya sambil melihat-lihat kalung. ‘Mungkin aku bisa meminta bantuannya’ pikir Bisma.

Bisma menghampiri gadis itu, “permisi, sedang  sibuk?”

Pertanyaan yang seharusnya tidak harus dia nyatakan. Ya, walaupun selama ini Bisma membenci basa-basi nyatanya Bisma sedang melakukan hal itu sekarang.

Gadis itu tersenyum, “Engga. Memangnya kenapa? Ada yang bisa aku bantu?”

Entah kenapa, saat gadis itu tersenyum. Bisma seperti melihat lagi sosok seseorang di masa lalu yang.. perlahan mulai Bisma lupakan. Dia begitu mirip. Sangat. Dalam versi lebih dewasa dari anak kecil yang dahulu sangat Bisma jaga.

“Hem.. Ada yang bisa aku bantu?”

“Eh, maaf maaf. Kamu bisa bantu?”

“Selama aku bisa, pasti aku batu. Memangnya bantuan apa?” Gadis itu begitu baik. Sama seperti... ah sudahlah tekad Bisma dari dulu sudah bulat untuk melupakannya.

“Menurutmu, kalung yang bagus di toko ini yang mana? Aku bingung. Aku tidak mengerti selera perempuan.”

“Hem.. Kalau untuk Selera, semua orang punya selera yang berbeda. Tapi kalau menurutku kalung yang itu bagus.” Ucap gadis itu sambil menunjuk salah satu kalung yang terlihat di etalase.
***

“Makasih ya kamu udah mau bantu.” Ucap Bisma kepada Alena.

“Sama-sama.Aku baru ingat, sedari tadi kita belum berkenalan.” Ucap Alena ramah

“Oh iya. Bisma.” Ucap Bisma tersenyum kepada Alena.

DEG!

Alena tercekat saat mendengar nama itu. Rasanya aliran darah di tubuh Alena mendadak berhenti saat nama itu kembali terucap. Nama itu, nama yang selama ini Alena cari. Sekarang Alena mendengarnya dari seseorang yang.. tidak pernah Dia sangka sebelumnya.

‘Bisma, Apakah ini kamu? Apakah ini Bisma Karisma yang aku cari? Apakah ini dia yang telah menjelma menjadi seorang laki-laki yang lebih dewasa dari terakhir kita bertemu? Apakah kamu yang berjanji akan mencariku dimanapun dan sampai kapanpun?

Apakah kamu Bisma? Alasan aku ada di sini?’



-TBC-

1 komentar: