“Remember”
AUTHOR : DENIA KHAERUNISSA
CAST : BISMA [SMASH],ALENA,CLARA,DLL.
GENRE : friendship, romance,fanfiction
FROM AUTHOR:
“hai! Cerita ini aku
bikin dengan ide aku sendiri. Inspirasinya tentu dari idola aku. Bisma. Maafin kalau banyak typo ya. Happy reading!”
I feel YOU
Pagi hari di Kota Bandung.
Suasana pagi itu sepi. Hanya ada
suara sesekali dari ruang makan dimana seorang lelaki sedang menyantap
sarapannya. Bisma dengan cepat menghabiskan sarapannya. Pagi ini dia bangun
terlambat sehingga harus mengerjakan aktifitas paginya dengan terburu-buru.
Di rumah yang cukup besar dan bergaya
modern ini, Bisma hanya tinggal bersama Ayah beserta adik perempuannya, juga
Nenek. Itulah yang menyebabkan suasana pagi di rumah ini begitu dingin dan
sepi. Terlebih lagi, Ayah Bisma sering bepergian meninggalkan Bisma sehingga
kerap susah bertemu.
Bisma meraih jas almamater hitamnya
yang tergantung di pinggir kursi meja makan, sekaligus mengambil kunci mobilnya.
Dia memakai almamaternya dengan tergesa-gesa lalu bergegas mengambil tasnya dan
mengendarai mobilnya sendiri.
Bisma dilahirkan oleh keluarga yang
sangat mampu memenuhi segala keinginannya tanpa kesulitan yang berarti. Dia
selalu diberikan fasilitas terbaik oleh keluarganya. Terlebih, Bisma adalah
cucu kesayangan neneknya. Sedari kecil, Bisma telah dididik menjadi penerus
kesuksesan keluarganya dalam bidang bisnis.
Jalanan Bandung pagi ini terlihat
ramai. Ya, semua orang memang sangat sibuk bila pagi hari. Itulah yang
menyebabkan Bisma sedikit gelisah dan kerap kali melihat jam yang melingkar di
pergelangan tangan kirinya. Lima belas menit lagi, bell berbunyi sedangkan
letak Bisma sekarang dengan sekolah masih terhitung jauh. Ya, Bisma sedikit menyesal
menghabiskan malamnya dengan bermain gitar sampai tangannya terasa pegal.
Untunglah semua yang ia takuti selama
di perjalanan tidak terjadi. Lima menit sebelum bel berbunyi, Bisma sudah ada
di sekolahnya. Perasaan lega menyelimutinya. Kedatangannya disambut oleh semua
orang yang tidak sengaja lewat di dekatnya. Semuanya pasti menyapanya.
Bisma membuka lokernya. Sebelum
memasuki kelas, Bisma menyimpan beberapa barangnya di loker. Bisma melihat
setumpuk amplop warna warni yang tersimpan di lokernya. Pemandangan yang sudah
tidak asing lagi baginya. Surat-surat dari fans Bisma yang begitu mengidolakan
sosok Bisma. Padahal, Bisma tidak lebih dari cowok populer di sekolahnya itu.
“Yak. Aku berani bertaruh, di dalam
lokerku ini. Akan ada banyak hadiah yang mereka simpan untukku.” Ucap dicky
dengan yakin. Benar saja. sedetik kemudian pada saat Dicky membuka loker
miliknya, beberapa hadiah yang terbungkus berjatuhan saking banyaknya. Dicky
menepuk-nepuk bahunya dengan begitu bangga. Bisma, Morgan, dan Reza hanya
tertawa melihat tingkah Dicky.
Bisma,Dicky,Morgan, dan Reza bisa
dibilang adalah sahabat dari mereka kecil. Itu karena ayah mereka bekerja sama
dan bersahabat pula. Mereka sudah menganggap satu sama lain seperti keluarga
sendiri. 4 sekawan ini, banyak digandrungi oleh perempuan di sekolahnya. Itulah
yang menyebabkan mereka terkenal selama bersekolah di sekolah tersebut.
Bisma melihat-lihat nama pengirim
yang tertera di bagian depan setiap amplop yang dia terima. Satu pun dia tidak
melihat tulisan nama yang Bisma harapkan mengirimkannya surat hari ini. Satu
pun tidak ada kabar darinya. Bisma membuka lokernya lagi. Memastikan tidak ada
surat yang tertinggal.
***
Alena mendorong kopernya dengan
langkah yang cepat. Sampai-sampai kakaknya,Rafael kewalahan untuk mengimbangi
langkah adiknya yang sedang dilanda perasaan menggebu. Mereka berdua, baru saja
datang kembali ke tanah air tercinta setelah selama 5 tahun menetap di salah
satu kota di Jerman.
“Bisakah kamu memperlambat langkahmu
itu, Alena?” teriak Rafael setelah mulai menyerah mengikuti adiknya itu.
“Ayolah kak, kita harus cepat-cepat datang ke Bandung. Menemui Ibu.” Ucap Alena
masih terus dengan langkahnya.
Alena menyebarkan pandangannya ke seluruh
penjuru salah satu caffe yang berada di bandara tersebut. Mencari sosok yang
sudah Ibu perintahkan untuk menjemput mereka berdua untuk kemudian pergi ke
Bandung.
Itu dia. Alena menemukannya.
Senyumnya bertambah lebar. Dia meninggalkan koper yang sedaritadi dia dorong
bersama kakaknya. Alena menghampiri orang itu kemudian menyapanya, “Om Dedi!”.
Lelaki berumur sekitar 37 tahun itu pun menoleh dan mendapati Alena
disebelahnya, “Alena! Long time no see dear!” ucapnya sembari memeluk Alena
dengan perasaan rindu setelah sekian lama tidak bertemu. “Yayaya, udah dulu deh
acara peluk-pelukannya. Kita udah ditungguin tuh. Ayo.” Tiba-tiba Rafael datang
dengan wajah yang sudah terlihat capek.
***
Hampir tiga jam Alena Habiskan dalam
perjalanan menuju Bandung. Sekarang, Alena sudah berada di Kota Kembang yang
sangat ia rindukan. Kota yang menurutnya, merupakan kota yang penuh dengan
cerita dan kenangan. Kenangan indah,pahit,haru,dan yang lainnya Alena dapatkan
di kota ini.
Termasuk masa kecilnya.
Mobil ini berhenti di salah satu
rumah yang cukup besar di komplek suatu perumahan. Ya, itulah rumah Alena.
Rumah yang Alena huni sedari dia kecil sampai Alena harus pergi ke Jerman
karena suatu hal.
Di depan rumah tersebut, sudah
terlihat Ibu Alena menyambut kedatangan
Alena dan Rafael. Alena keluar dari mobil dan kemudian memeluk ibunya. Benar, Alena sangat merindukan orang tuanya tersebut. Rafael hanya tersenyum
melihat tingkah adiknya yang walaupun sudah berumur 17 tahun tetapi masih belum
juga bisa bersikap dewasa.
Sebenarnya, ada alasan lain Alena
kembali ke Indonesia. Alasan terkuatnya untuk kembali menjalani hidup di
Indonesia. Alena merindukan seseorang dari masa lalu yang sampai sekarang masih
memiliki tempat di hidupnya.
Alena masuk ke kamarnya. Ruangan ini,
adalah ruangan favorite nya. Alena meletakkan kopernya di sudut ruangan,
kemudian duduk di pinggir tempat tidurnya. Suasana kamar ini masih sama seperti
ketika dirinya pergi meninggalkan Indonesia. Masih banyak boneka yang tertata
rapi di tempat tidurnya. Tidak ada debu di ruangan ini. Tanda ruangan ini masih
sangat dirawat. Alena sadar, sudah sangat lama ia meninggalkan kenangannya.
Alena bangkit menuju meja riasnya. Di
pinggir meja tersebut tersimpan sebuah flowercrown berwarna merah. Saat melihat
benda itu, Alena seakan terbawa kembali ke dunia masa kecilnya. Flower crown
itu. Buatan tangan seseorang yang diberikan kepada Alena satu hari sebelum
Alena meninggalkan Indonesia.
Alena jadi berpikir, dimana dia
sekarang?
Apa orang itu masih mengingat
janjinya?
**FLASHBACK**
“Alena, kemana pun kamu nanti, aku
akan mencarimu. Peganglah janjiku itu.” Teriak seorang anak kecil sambil
mengejar mobil yang perlahan mulai menjauh meninggalkannya di jalanan itu
sendirian.
***
“Belum ada kabar juga?” tanya Reza
sambil memakan pasta yang dia pesan. Sore ini, Bisma,Dicky,Morgan dan Reza
sedang menghabiskan waktu mereka di salah satu caffe milik keluarga Bisma yang
biasa mereka kunjungi. Bisma hanya menggeleng untuk menjawab pertanyaan Reza
tadi.
Ya, semua menyadarinya. Bisma menjadi
sedikit lebih pendiam akhir-akhir ini. Teman-temannya berpikir, mungkin karena
belum adanya kabar dari Clara, pacar Bisma. “Sudahlah Bis, manusia sepertimu
seharusnya tidak usah memikirkan hal itu terlalu panjang. Mungkin Clara sibuk
di sana.” Ucap Morgan. “Benar Bis, program homestay nya di Jepang kan bukan
untuk bersenang-senang.” Ucap Dicky masih sibuk depan Iphone nya.
Clara, sang ketua OSIS sekaligus
pacar Bisma sedang melaksanakan homestay di Jepang. Semacam pertukaran pelajar.
Seharusnya hari ini Clara sudah ada di Indonesia dan memberi kabar kepada
Bisma, tapi sampai detik ini belum juga ada kabar dari Clara.
Bisma melihat makanan yang sedari
tadi sudah dia pesan. Mungkin kali ini lebih baik dia mengisi perutnya terlebih
dahulu dibanding memikirkan hal itu. Ya, hobinya untuk makan memang telah
mendarah daging. Tidak ada yang bisa menghentikannya makan, termasuk memikirkan
Clara.
Tetapi, saat Bisma baru saja memakan
satu suap makanannya, dari belakang ada seseorang yang menutup kedua matanya. Tangan ini lembut dan aku rasa aku tahu
pemiliknya, pikir Bisma. Bisma tersenyum, “Clara” ucapnya singkat dan kedua
tangan itu langsung membebaskan matanya kembali.
Benar saja itu Clara, “Long time no
see,Bisma.” Clara memeluk leher Bisma dari belakang. Morgan yang sedang
makanpun langsung tersedak melihat pemandangan tersebut sedangkan yg lainnya
berusaha menahan tawa.
***
“Lalu, selama aku tidak ada. Apakah
kamu berlaku baik?” tanya Clara yang duduk di sebelah Bisma sambil memakan ice
cream-nya. “ya. Bahkan menurutku terlalu baik.” Jawab Bisma dengan senyumnya.
Clara melihat ke arah Bisma dan tertawa dan menatap pemandangan di depan mereka
berdua. Kota Jakarta dari atas. Tempat ini sering mereka kunjungi.
“Sekarang, giliran aku yang
bertanya.” Ucap Bisma dan mendekat pada Clara dan memegang pundak Clara agar
melihat ke arahnya, “Apa disana ada yang lebih..baik dariku?” tanya Bisma
menatap mata Clara dalam. Clara kemudian tersenyum dan memeluk Bisma erat,
“Tidak ada, dan tidak akan pernah ada.”
Bisma tersenyum dan mengusap pelan
puncak kepala Clara. Bisma bersyukur dianugrahkan gadis sebaik dan secantik
Clara. Bisma merasa, dia benar-benar orang yang beruntung.
***
Di sebuah ruangan di sebuah rumah
yang cukup besar ini terlihat Bisma sedang terduduk di sofa. Suara TV tersebut
seakan hanya menjadi backsound atas lamunannya. Ya, dia memang terlalu senang
atas kembalinya Clara.
Beberapa hari lagi, Bisma dan Clara
tepat setahun berpacaran. Bisma ingin memberikan Clara sesuatu yang tidak akan
pernah bisa dia lupakan. Tentunya, sesuatu yang special.
Tiba-tiba dari pintu masuk, Nisa
dengan semangatnya memeluk Bisma. Nisa adalah adik tiri Bisma. Nisa baru
berumur lima tahun. Karena Bisma menyukai anak kecil, Bisma sangat menyayangi
Nisa. “Hai Nisa, darimana saja?” tanya Bisma. Nisapun duduk di samping Bisma.
Dia lalu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya. Nisa mengeluarkan cupcake dan
memberikan satu kepada Bisma.
Bisma menerima cupcake tersebut,
“Untuk kakak?”. Nisa hanya mengangguk dan mulai memakan cupcake miliknya.
“terima kasih.” Lanjut Bisma sambil mengelus rambut Nisa lembut. Melihat Nisa,
seakan melihat kenangan masa lalu yang masih terbayang sampai sekarang.
“kakak, bukankah beberapa hari lagi
kak Alena akan datang ke sini?” tanya Nisa dengan mata yang berbinar. Bisma
tidak terlalu mengerti maksud ucapan Nisa tadi, “maksud Nisa?” Nisa pun
membenarkan posisi duduknya dan menjawab pertanyaan Bisma, “kata Oma, beberapa
hari lagi adalah tepat kak Alena dan kakak menjadi kakak Nisa. Dan bila
waktunya tiba, Nisa ingin kak Clara dan kak Bisma ada untuk Nisa di sini.” Ucap
Nisa panjang lebar.
Nisa sangat menyukai Clara. Begitupun
dengan nenek Bisma. Semenjak pertama kali Bisma mengenalkan Clara kepada
keluarganya, tidak ada penolakan dari mereka. Padahal Nenek termasuk orang
pemilih dan Nisa tidak mudah suka terhadap seseorang yang baru. Tapi tidak
dengan Clara. Nenek sudah menganggap Clara sebagai cucu nya sendiri. Maka dari
itu, tidak heran bila Bisma sangat menyayangi Clara.
“Benar Bisma.” Ucap Oma. Tiba-tiba
Oma keluar dari kamarnya. “Mungkin tepat satu tahun kalian berpacaran kamu bisa
mengajaknya dinner dan memberinya hadiah yang beda dari biasanya.” Lanjut Oma
dan duduk di samping Nisa. Bisma senang melihat betapa antusiasnya Oma
menanggapi hal penting ini, “Kira-kira, Oma. Apa yang harus aku beri untuk
Clara?”
Oma ikut berpikir sedangkan Nisa
sibuk memakan cupcake nya sambil menonton TV yang masih menyala. “Bagaimana
kalau kamu beri dia kalung? Setau oma, perempuan sangat senang diberi kalung?”
Ucap Oma. Oma memang solusi yang tepat dalam masalah seperti ini. “Baiklah,
besok sepulang sekolah akan aku cari kalung yang cocok.”
***
“Selamat datang di sekolah, Alena.
Semoga kamu nyaman bersekolah di sini.” Ucap kepala sekolah.
Hari ini, adalah dari pertama Alena
bersekolah kembali di Indonesia. Sekarang, dia terdaftar sebagai siswi kelas 3
SMA di sekolah yang sangat terkenal di Bandung. Ya, ini cukup berat baginya.
Dia harus mengejar semua pelajaran yang tertinggal. Untung saja selama di
Jerman, Alena home schooling dengan kurikulum pelajaran Indonesia.
Pertama tama, Alena mencheck lokernya
selama dia kana bersekolah di sini. Alena menyimpan beberapa barang yang hanya
akan ia gunakan di sekolah. Sete;ah itu, Alena mula mencari ruang kelasnya.
Sekolah ini cukup besar. Alena suka
dengan arsitektur bangunan ini. Dia berasa bersekolah di paris bila melihat
dinding bata merah mendominasi bangunan sekolah ini. Alena pun suka dengan
seragam almamater hitamnya ini. Benar-benar seperti di luar negeri.
Tidak sampai 15 menit, Alena
menemukan ruang kelasnya. Di dalamnya belum terlalu ramai. Ya, hari ini masih
pagi. Alena masuk dan mencari bangku yang kosong dan nyaman untuk dia belajar.
Berhubung ini masih pagi, Alena bebas memilih bangku mana saja. Beberapa orang
yang ada di ruangan ini memandang Alena cukup aneh. Ya mungkin mereka belum
pernah melihat Alena di sekolah ini dan menyadari bahwa Alena adalah murid
baru.
***
Pertama kali Alena belajar di sini,
cukup nyaman. Siswa-siswinya tidak terlalu berulah dan ribut. Mereka terkesan
cuek dan berkubu di kelas. Tidak peduli ada siswi baru ataupun tidak. Hem..
mungkin efek sekolah elit.
Alena berencana untuk lebih
beradaptasi dengan lingkungan barunya. Alena ingin lebih mengenal rumah
keduanya ini dan tidak menutup kemungkinan untuk berkenalan dengan banyak orang
bukan?
Sekolah ini cukup ramai saat jam
istirahat. Apalagi kantinnya. Yayaya itu cukup membuktikan bahwa warga sekolah
ini pun memang sangat mencintai perut mereka.
Saat Alena sedang berjalan-jalan
mengitari sekolah, tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya dari belakang
dan lantas Alena langsung berbalik. “Hei, kamu siswi baru di sekolah ini?”
tanyanya dengan ramah.
Alena tersenyum, “iya. Ada apa?” Dia
begitu cantik. Rambut panjangnya begitu terlihat mengkilap dan halus. Matanya
seperti orang korea tidk terlalu sipit tetapi cantik. Pasti banyak lelaki yang menjeranya, pikir Alena.
“Perkenalkan. Namaku Clara. Aku ketua
OSIS di SMA ini. Aku ingin, kamu mengisi formulir ini. Untuk data.” Katanya
sambil memberikan selembar kertas formulir untuk Alena. Alena menerimanya, “Oh.
Aku Alena. Salam kenal Clara, besok aku akan berikan padamu.” Clara tersenyum
manis dan berjalan pergi ke arag yang berlawanan.
Alena meneruskan niatnya untuk
mengelilingi sekoalh ini. Tetapi, ketika di lapangan tiba-tiba ada seorang
lelaki yang menahan Alena. Kesan pertama yang Alena dapat darinya, tampan, lucu
dan...ramah.
“Hai, bisakah kau memasangkan dasi
ini untukku?” pintanya dengan wajah yang begitu ramah. Dua orang menyambut
Alena dengan ramah, membuatnya cukup merasa senang.
Tetapi, saat orang itu berkata
demikian kepada Alena sepertinya cuaca mendadak menjadi mendung. Semua mata
yang ada di lapangan ini tertuju pada Alena
Alena hanya mengangguk dan mulai memasangkan dasi
temannya tersebut. Berbeda dengan Alena, dia begitu santai menanggapi
tatapan-tatapan aneh itu. Alena sempat merasa sebal dengan ekspresinya
sedangkan Alena sudah mendapat masalah pertamanya di sekolah baru.
“Terima kasih.” Ucapnya saat Alena Selesai memasangkan
dasinya dan Alena hanya tersenyum membalas ucapannya.
Sedetik kemudian, wajah orang itu mendekat ke arah
Alena, “Jangan terlalu memperhatikan tatapan tatapan mereka. Abaikan saja.”
Ucapnya lalu melengos pergi ke arah yang berlawanan.
Alena merasa benar-benar akan mati hari itu.
***
Sepulang Sekolah, Alena menunggu taksi di depan
gerbang sekolah. Alena masih sedikit lupa dengan jalanan di Bandung jadi
sekarang aku sedikit takut. Takut tersesat di Bandung (?)
Disaat Alena sedang menunggu taksi, tiba-tibamobil
berwarna hitam berhenti tepat di depan Alena. Kaca mobil pun terbuka dan
ternyata pemiliknya adalah lelaki yang tadi meminta Alena memasangkannya dasi.
“Hai” Sapanya dari dalam mobil.
“kamu lagi, ada apa?” Dasimu lepas?” tanya Alena.
Dia keluar dari mobilnya sambil tertawa, “Tidak. Hanya
saja, tadi kita belum sempat berkenalan.”
“Oh, benar juga. Aku Alena. Kamu?” tanya Alena sambil
mengulurkan tangan.
“Aku,Dicky. Sepertinya, aku baru pertama kali
melihatmu tadi. Kamu..murid baru?” tanyanya sambil menyambut uluran tangan
Alena.
“Iya, aku murid baru di sini.” Ucap Alena. Dia adalah
orang pertama yang aku kenal di sekolah ini.
Dicky meneliti muka Alena. Dia terlihat
mengingat-ngingat sesuatu yang cukup membuat Alena bingung.
“Kenapa?” tanya Alena
“Oh tidak. Mau aku antar pulang?” tawar Dicky pada
Alena
“Tidak usah. Aku bisa naik taksi sendiri. Terima
kasih.”
“Oke, kalau begitu. Hati-hati.” Ucap Dicky dan kembali
masuk ke mobilnya.
***
Bisma berencana membeli kado spesial untuk Clara. Ya,
Bisma mengikuti usulan Oma untuk membelikan Clara sebuah kalung dan sekarang
Bisma sedang berada di tengah kemacetan kota Bandung menuju mall tempat Bisma
akan membeli kalung untuk Clara.
Dalam satu tahun ini, banyak sekali kejadian yang
Bisma alami bersama Clara. Bisma masih sangat ingat saat Bisma pertama kali
mengutarakan perasaan Bisma pada Clara disaat Clara tengah dibully kakak kelas
karena selalu Bisma dekati. Bisma juga ingat saat Clara juga mengutarakan hal
yang sama kepadanya saat kakinya sakit dan Clara menemani Bisma di UKS. Bisma
pun masih merasa begitu hngat dengan pertengkarang – pertengkaran yang Bisma
lalui bersama Clara.
Tidak beberapa lama, Bisma sampai di salah satu mall
di Bnadung. Bisma mulai mencari kalung yang cocok untuk Clara. Bisma cukup
kesulitan memilih kalungnya mengingat selera perempuan yang terkadang sulit
dimengerti. Seharusnya Bisma meminta oma untuk ikut dengannya. Setidaknya Bisma
bisa meminta usul mana kalung yang cocok untuk Clara.
Saat Bisma sedang kebingungan memilih kalung mana yang
akan dia beli untuk Clara, Bisma melihat seorang perempuan yang memakai
almamater sekolahnya sedang berada di etalase yang sama dengan nya sambil
melihat-lihat kalung. ‘Mungkin aku bisa meminta bantuannya’ pikir Bisma.
Bisma menghampiri gadis itu, “permisi, sedang sibuk?”
Pertanyaan yang seharusnya tidak harus dia nyatakan.
Ya, walaupun selama ini Bisma membenci basa-basi nyatanya Bisma sedang
melakukan hal itu sekarang.
Gadis itu tersenyum, “Engga. Memangnya kenapa? Ada
yang bisa aku bantu?”
Entah kenapa, saat gadis itu tersenyum. Bisma seperti
melihat lagi sosok seseorang di masa lalu yang.. perlahan mulai Bisma lupakan.
Dia begitu mirip. Sangat. Dalam versi lebih dewasa dari anak kecil yang dahulu
sangat Bisma jaga.
“Hem.. Ada yang bisa aku bantu?”
“Eh, maaf maaf. Kamu bisa bantu?”
“Selama aku bisa, pasti aku batu. Memangnya bantuan
apa?” Gadis itu begitu baik. Sama seperti... ah sudahlah tekad Bisma dari dulu
sudah bulat untuk melupakannya.
“Menurutmu, kalung yang bagus di toko ini yang mana?
Aku bingung. Aku tidak mengerti selera perempuan.”
“Hem.. Kalau untuk Selera, semua orang punya selera
yang berbeda. Tapi kalau menurutku kalung yang itu bagus.” Ucap gadis itu
sambil menunjuk salah satu kalung yang terlihat di etalase.
***
“Makasih ya kamu udah mau bantu.” Ucap Bisma kepada
Alena.
“Sama-sama.Aku baru ingat, sedari tadi kita belum
berkenalan.” Ucap Alena ramah
“Oh iya. Bisma.” Ucap Bisma tersenyum kepada Alena.
DEG!
Alena tercekat saat mendengar nama itu. Rasanya aliran
darah di tubuh Alena mendadak berhenti saat nama itu kembali terucap. Nama itu,
nama yang selama ini Alena cari. Sekarang Alena mendengarnya dari seseorang
yang.. tidak pernah Dia sangka sebelumnya.
‘Bisma, Apakah ini kamu? Apakah ini Bisma Karisma yang
aku cari? Apakah ini dia yang telah menjelma menjadi seorang laki-laki yang
lebih dewasa dari terakhir kita bertemu? Apakah kamu yang berjanji akan
mencariku dimanapun dan sampai kapanpun?
Apakah kamu Bisma? Alasan aku ada di sini?’
-TBC-
Bagus banget
BalasHapus